HUKUM MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI SEBAGAI PENGATUR JARAK KEHAMILAN



HUKUM MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI  SEBAGAI  PENGATUR JARAK KEHAMILAN

 
I.                        Pendahuluan

Salah satu amanah yang diemban kaum wanita adalah hamil dan melahirkan. Bisa jadi seorang wanita hamil berkali-kali. Oleh karna itu demi menjaga keseimbangan antara terpenuhinya hak anak, suami, dan diri sendiri diperlukan suatu pengaturan jarak kelahiran. Pada zaman Rosulullah memang tidak mengenal alat-alat kontrasepsi seperti yang ada sekarang, pada masa itu mereka masih menggunakan metode klasik seperti ‘azl, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para sahabat pada masa itu.
 Selain itu ada juga yang menggunakan metode alami seperti metode penyusuan, pantang berkala (KB kalender, suhu basal badan, dan lendir serviks). Metode tersebut memang alami dan aman dipakai sehingga tidak diragukan lagi akan hukumnya, yaitu diperbolehkan. Akan tetapi penulis disini hanya ingin memaparkan bagaimana hukum alat kontrasepsi yang ada sekarang,  bagaimana mekanisme kerjanya, serta akan kita lihat dari sisi positif dan negatif, dan bagaimana hukum menggunakan alat kontrasepsi tersebut jika digunakan hanya sekedar untuk memberi jarak kelahiran.
II.                        Pembahasan
A.                Definisi
1.      Definisi kontrasepsi

Kontrasepsi secara bahasa berasal dari kata “kontra” yang artinya mencegah atau menghalangi dan “konsepsi” yang berarti pembuahan atau pertemuan antara sel telur dengan sperma. Dalam bahasa arab istilah ini disebut dengan sebutan منع الحمل (mencegah kehamilan) yaitu dari kata منع (mencegah)[1], حملت المرأة أي          حبلت(mengandung, hamil).[2]
 Jadi kontrasepsi secara istilah adalah sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma.[3]
Dalam kamus istilah keluarga berencana, kontrasepsi diartikan sebagai obat atau alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya konsepsi (kehamilan), baik dengan menggunakan kontrasepsi yang bersifat hormonal (pil, suntik, dan implant) maupun yang non hormonal(IUD dan kondom, dll).[4] Adapun jika disebutkan kontrasepsi alami itu berarti cara-cara ber KB tidak dengan menggunakan alat/obat kontrasepsi modern. Sebagaimana yang akan kita bahas selanjutnya mengenai berbagai macam alat kontrasepsi.
2.      Definisi mengatur jarak kehamilan
Mengatur jarak kehamilan adalah berbagai sarana yang digunakan untuk mencegah kehamilan, tapi bukan untuk menjadikan mandul atau mematikan fungsi alat reproduksi, hanya untuk memberi jarak  dalam waktu tertentu bukan untuk selamanya. berdasarkan adanya kemaslahatan untuk suami istri dan terutama untuk kesehatan wanita tersebut.[5]
B.                 Dalil-dalil yang menunjukkan diperbolehkanya memberi jarak kelahiran

Dalam kitab al Islam Aqidah Wa Syariah,[6] syeikh Mahmud Syalthut. Beliau  memberi ulasan dalam pembahasan mengatur jarak keturunan memulai dengan dalil dari al qur’an surat Al-baqarah ayat 233:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
Artinya:  para ibu hendaklah menyusui anaknya selama dua tahun  yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya. (QS. Al-baqarah: 233)
Ini adalah bimbingan Allah untuk para ibu, supaya mereka menyusui anak-anaknya dengan sempurna, yaitu 2 tahun penuh. Jika kedua orang tuanya telah bersepakat untuk menyapihnya kurang dari dua tahun, maka tidak mengapa jika tidak membahayakan anaknya.[7]
            Melalui ayat tersebut syari’at islam ingin menginformasikan bahwa masa menyusui yang ideal adalah 2 tahun. Dimana pada masa itu seorang ibu menyusukan anaknya secara sempurna dan bersih. Hal tersebut diperkuat dengan surat al-Ahqaf ayat 15:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا
Artinya: kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkan dengan susah payah pula. Masa mengandung sampai menyapihnya adalah selama 30 bulan. (QS. Al-ahqaf: 15)
 Memberi pencegah kehamilan dalam masa tersebut memberikan waktu yang cukup untuk istirahat bagi seorang ibu, dapat mengembalikan kekuatan dan vitalitas perempuan disebabkan hamil dan kepayahan melahirkan. Serta memberi waktu yang cukup luang untuk mendidik dan menumbuhkembangkan anak secara sungguh-sungguh dan giat dengan susu murni. Maka inilah yang merupakan esensi dari memberi jarak kelahiran.[8]
Imam Qurthubi di dalam tafsirnya mengatakan bahwa: jika hamilnya 6 bulan maka masa menyusuinya adalah 24 bulan, jika hamilnya 7 bulan maka masa menyusuinya adalah 23 bulan, jika hamilnya 8 bulan maka masa menyusuinya adalah 22 bulan dan seterusnya.[9]

Adapun pandangan ulama mua’shirin mengenai hukum menggunakan alat-alat kontrasepsi yang bertujuan untuk memberi jarak kelahiran. Mereka telah berfatwa diantanya:
1)      Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Syaikh Bin Baz menyatakan, “Tidak mengapa memakai alat kontraspsi untuk mengatur jarak kehamilan untuk menghindari kemadharatan. Akan tetapi, hal itu hendaknya dilakukan pada masa menyusui (tahun pertama dan kedua) hingga tidak mengakibatkan kemadharatan untuk kehamilan setelahnya, juga agar tidak memberi kemadharatan untuk pendidikan anak-anaknya. Jika kehamilan yang berurutan (dalam waktu sangat dekat) memberi kemadharatan pada pendidikan anak atau kesehatan dirinya, maka tak masalah mengatur jarak kehamilan setahun dua tahun selama masa menyusui. Karena sejatinya Rasulullah SAW menganjurkan untuk memperbanyak keturunan.[10]
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya: “ nikahilah wanita-wanita yang subur dan penyayang karna aku (Muhammad) bangga dengan banyaknya  ummatku nanti dihari kiamat”. (HR. Abu Daud no 2049)[11]. Dishahihkan oleh al Al-Bani dalam kitab al irwa’ al ghalil no 1784, dan terdapat dalam kitab subulussalam.[12]
2)      Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu asy-Syaikh
Jika menggunakan alat-alat kontrasepsi tersebut bertujuan untuk mengatur jarak kehamilan dan untuk sementara waktu karena beberapa sebab seperti kondisi kehamilan yang membahayakan bagi wanita, atau membahayakan ketika melahirkan, hamil sebelum menyapih anak pertamanya dan hal tersebut bisa membahayakan dirinya dan anaknya, maka dengan kondisi seperti ini diperbolehkan mengonsumsi pil-pil pencegah kehamilan.[13]
C.                 Manfaat mengatur jarak kelahiran[14]
1.      Menjaga kesehatan ibu
2.      Terpenuhi  Hak anak secara sempurna
3.      Tidak menimbulkan kecemburuan berlebihan diantara anak-anak dengan usia berdekatan
D.                Syarat-syarat diperbolehkanya menggunakan alat kontrasepsi[15]

Sebelum mengetahui macam-macam alat kontrasepsi, dalam penetapan hukum syar’i mengenai penggunaanya para ulama mempertimbangkan beberapa alasan. Rosulullah telah melarang umatnya untuk membatasi keturunan, namun jika untuk sekedar memberi jarak kelahiran demi kemaslahatan maka para ulama memperbolehkan dengan beberapa syarat dibawah ini:
1.    Motivasi, tujuan, dan niat
Para ulama membolehkan penggunaan metode atau alat kontrasepsi untuk tujuan yang benar, yaitu mengatur jarak kelahiran. Jarak yang ideal untuk kehamilan berikutnya adalah setelah penyusuan yang sempurna yaitu 2 tahun. Diharapkan dengan pengaturan tersebut masing-masing hak, baik anak, suami, maupun sang ibu dapat terpenuhi seimbang. Meski metode yang dipakai adalah halal, namun jika niatnya untuk membatasi keturunan maka para ulama mengharamkanya.
2.    Tidak ada unsur pembunuhan
Alat kontrasepsi yang ada hendaknya tidak mengandung unsur pembunuhan ditinjau dari mekanisme kerjanya. Batasan pembunuhan menurut para ulama adalah ketika masih dalam bentuk sperma. Hal ini sebagaimana penggunaan spermaticid yang berfungsi mematikan sperma. Sebagaimana pendapat yang dianut oleh Ahmad ad Dardir, Imam Ghozali, dan Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam kitab Ihya’ Ulumuddin dan  al-inshof.[16]
3.         Tidak ada unsur pembatasan secara permanen[17]
Metode atau alat kontrasepsi harus bisa mengembalikan kesuburan secara normal. Jika ada unsur pembatasan atau pencegah kehamilan yang berarti pemutusan secara permanen, maka para ulama sepakat telah mengharamkanya.
4.    Tingkat keamanan
Syaikh Utsaimin memfatwakan dibolehkan menggunakan alat pencegah kehamilan selama tidak menyebabkan kemudharatan bagi wanita.[18]
Jika pemakaian kontrasepsi ternyata menimbulkan gangguan yang cukup berbahaya bagi tubuh maka hukumnya menjadi tidak boleh karena telah menzdalimi diri sendiri. Sebagaimana larangan Allah yang terdapat pada surat An-nisa ayat 29:
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya: dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah maha penyayang kepadamu.(QS. An-nisa: 29)
5.        Tidak ada unsur penzaliman terhadap salah satu pihak atau pasangan
Pemakaian kontrasepsi selalu berhubungan dengan dengan organ atau siklus reproduksi, baik pada pihak wanita maupun laki-laki. Hubungan seksual melibatkan dua pihak, yaitu suami dan istri yang diharapkan dalam proses tersebut masing-masing pihak bisa terpuaskan tanpa adanya penzaliman atau pengurangan hak salah satunya.
6.        Tidak memperlihatkan aurat
Para ulama tidak membolehkan pemakaian alat kontrasepsi yang melibatkan orang lain yang bisa melihat aurat seseorang. Aurat sesama wanita muslimah yaitu sebagaimana batasan aurat sesama laki-laki yaitu seluruh tubuh kecuali anggota tubuh yang berada  diantara pusar dan lutut.[19] Karna ini bukan termasuk situasi darurat.
E.                 Macam-macam kontrasepsi[20]
1.         Kontrasepsi sederhana
a)    Tanpa alat/alami
1)      Metode ‘azl   [21](coitus interuptus)
Yaitu suatu metode dimana senggama diakhiri sebelum terjadi ejakulasi. Prinsip ‘azl secara medis yaitu terjadinya ejakulasi harus disadari oleh pria, kira-kira satu detik sebelum ejakulasi terjadi, analoginya seperti orang yang hendak bersin.
2)      Metode penyusuan  atau MAL (Metode Amenorea Laktasi)[22]
Tugas menyusui yang diperintahkan Allah, secara medis ternyata dapat menurunkan kesuburan wanita. Selama proses menyusui, terdapat hormon prolaktin yang kadarnya meningkat dengan isapan dan rangsangan pada puting. Hormon ini menunda ovulasi sehingga wanita yang menyusui tidak mengalami haid (amenore sekunder). Tapi sifatnya sangat sementara dan ovulasi bisa terjadi secara tiba-tiba.
3)      Metode pantang berkala (KB kalender, suhu basal badan, dan lendir serviks)[23]
Ketiga metode ini memiliki persamaan, yaitu mempertimbangkan waktu subur istri dan periode pantang seksual.
Hukumnya: metode ini jelas diperbolehkan dalam islam asalkan dengan niat yang benar. Misalnya, untuk mengatur jarak kelahiran dan menjaga kondisi ibu.
Efek samping: pantang yang terlalu lama dapat menimbulkan frustasi.



b)    Dengan alat[24]
1)      Mekanis
Yaitu metode kontrasepsi yang menghalangi masuknya spermatozoa kedalam rahim dengan menggunakan alat. Alat-alat tersebut berupa kondom pada pria, diafragma, kap serviks, spons, dan kondom wanita.[25] Keuntungannya: tidak mengganggu kesehatan, murah dan dapat dibeli dimanapun, tidak perlu resep dokter. Efeksamping: mengurangi kenikmatan saat berhubungan. Hukumnya: kondom dan yang sejenisnya tidak termasuk membunuh sperma tetapi sekedar untuk menghalangi agar sperma tidak masuk dan tidak dapat bertemu dengan ovum sehingga tidak terjadi pembuahan. pembolehan menggunakan kondom diqiyaskan dengan ‘azl, karena illatnya sama yakni untuk mencegah tertumpahnya sperma kedalam rahim. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyah :
حكمُ البدلِ حكمُ المبدل منه
Artinya:  hukum pengganti sama dengan hukum yang digantikan.[26]
2)      Kimiawi
Yaitu metode kontrasepsi dengan menggunakan zat-zat kimia. Yang mana zat-zat kimia tersebut berfungsi untuk melumpuhkan spermatozoa didalam vagina sebelum spermatozoa bergerak menuju kedalam ovum. Zat kimia tersebut berupa spermisid vaginal. Ada 7 macam spermisid vaginal yaitu dalam bentuk jelly, cream, busa, dan tablet busa, intravag (tisu KB),[27]mekanisme kerjanya yaitu menyebabkan sel membran sperma terpecah, memperlambat pergerakan sperma dan menurunkan kemampuan pembuahan sel telur. Keuntungannya: efektif seketika, mudah digunakan. Efeksamping: terkadang terjadi reaksi alergi, dan rasa tidak enak saat pemakaiannya. Selain itu terkadang racun pembunuh sperma dari zat ini bisa menimbulkan luka pada rahim dan bisa menyebabkan kanker rahim.[28]Hukumnya: dalam hal ini spermatisid berfungsi untuk membunuh sperma, maka umumnya para ulama tidak membolehkannya. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa sperma itu harus dihormati dengan tidak membunuhnya. Namun ada juga yang berpendapat jika sperma telah membuahi ovum dan menjadi zigot barulah diharamkan untuk membunuhnya.[29]

2.         Kontrasepsi modern
a)    Kontrasepsi hormonal
1)      Pil oral kombinasi
Biasa disebut dengan pil KB yaitu metode kontrasepsi dengan meminum obat berupa tablet. Mekanisme kerjanya yaitu mencegah indung telur mengeluarkan sel-sel telur, mempersulit pembuahan, serta menjaga agar dinding rahim tidak mendukung untuk terjadinya kehamilan. Keuntungan[30]: mudah dihentikan setiap saat, efektif bila digunakan setiap hari. Efeksamping: biasanya mual, pusing, dan perut terasa berat. Bertambahnya berat badan, sesak dan sakit pada bagian payudara, libido menurun, siklus haidh terganggu, timbul bintik-bintik hitam pada wajah, serta mengurangi ASI.[31]
2)      Injeksi atau suntikan
Kontrasepsi suntikan di Indonesia merupakan salah satu kontrasepsi yang populer. Suntikan kontrasepsi diberikan setiap 4 minggu sekali. Hormon yang terkandung dalam injeksi tersebut berguna untuk mencegah wanita untuk melepaskan sel telur.[32] Keuntungan: resiko terhadap kesehatan kecil. Efek samping: terjadi perubahan pada pola haid, seperti tidak teratur, spooting, perdarahan sela 10 hari, mual, sakit kepala, penambahan berat badan, lambat pemulihan kesuburan.
3)      Implant(susuk)[33]
Pemasangannya diletakkan dibawah kulit, biasanya dipasang dilengan atas.  mekanisme kerjanya: berguna untuk mencegah ovulasi, dan lendir serviks menjadi kental. Keuntunganya: cepat mengembalikan kesuburan setelah pencabutan, dan dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Efeksampingnya: nyeri kepala, peningkatan/penurunan berat badan, nyeri payudara, dan mual.
Hukum metode ini adalah boleh. Tetapi Syaikh Utsaimin melarang pemakaian yang terus menerus karena bisa menjadi KB permanen dan menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi wanita.[34]
b)    Intra uterine devices (IUD)
Metode ini menggunakan alat-alat yang dimasukkan kedalam rahim yang berguna untuk mencegah terjadinya penempelan sel telur pada dinding rahim atau menangkal pembuahan sel telur oleh sperma. Di Indonesia kontrasepsi ini disebut Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). Cara kerjanya: menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi, mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi[35]. Tubuh akan mengenalinya sebagai benda asing sehingga menimbulkan efeksamping:[36] perdarahan, nyeri dan kejang diperut, gangguan pada suami, bisa menyebabkan kehamilan ektopik. Keuntunganya: tidak perlu mengingat-ingat lagi.[37]Hukumnya:  dari segi pemasangan, IUD harus melibatkan orang atau tim ahli medis, meskipun dokternya wanita maka hukumnya haram karena melihat kemaluan wanita dan beberapa produk IUD saat ini terbuat dari bahan yang tidak kondusif bagi zigot sehingga proses kehamilan tidak terjadi. Dengan demikian metode IUD sepakat ulama mengharamkanya.[38]
c)    Kontrasepsi mantap
Yang dimaksud dengan kontrasepsi mantap/sterilisasi ada yaitu metode: vasektomi (pemotongan/pengikatan saluran vas deferens) mekanisme kerjanya: untuk menghambat alur transportasi sperma sehinggga proses fertilisasi  tidak terjadi. Keuntunganya: hanya sekali aplikatif dan efektif untuk jangka panjang. Efeksamping: pendarahan atau infeksi.[39] Dan tubektomi (pengikatan/pemotongan saluran telur atau tuba falopi). Mekanisme kerjanya: dengan mengoklusi (mengikat, memotong, atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum. Keuntunagan: tidak mempengaruhi ASI. Efeksamping: dapat menyesal dikemudian hari, tidak dapat dipulihkan kembali kecuali dengan rekanalisasi. Metode ini mengakibatkan akseptor tidak akan mendapatkan keturunan lagi.[40]Hukumnya: para ulama sepakat mengharamkanya, karena berakibat pada pemandulan dan membuka aurat.[41]
                         III.            Penutupan dan kesimpulan
Berdasarkan apa yang penulis paparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum menggunakan alat kontrasepsi sebagai pengatur jarak kehamilan maka diperbolehkan selama tujuannya memang benar-benar untuk kemaslahatan, serta tidak keluar dari syarat-syarat yang telah ditentukan dan hendaklah pilih kontrasepsi yang paling ringan mudharatnya.

                         IV.            Kumpulan pertanyaan dan jawabanya

1.                       Pertanyaan: Bagaimana jika kondisi seorang wanita yang harus menggunakan alat kontrasepsi berupa IUD dengan sebab misalkan setelah melakukan operasi sesar secara berturut-turut selama 2 kali atau 3 kali, sehingga dokter mengharuskan untuk menggunakan IUD agar efektik sampai bertahun-tahun?
Jawaban: selama dengan niat tidak untuk membatasi keturunan, melainkan hanya sekedar untuk memberi jarak untuk memulihkan kondisinya dan ini juga sebuah dhorurot. Maka hal ini diperbolehkan demi mencapai kemaslahatan. akan tetapi hukum tersebut diperbolehkan bukan berarti merubah hukum aslinya.
                            V.            Daftar pustaka
Munawwir, Warson, Ahmad. Kamus Al munawwir. cet ke-14. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia. cet ke-5. Jakarta: Balai Pustaka, 1976
Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Jakarta: Direktorat Teknologi Informasi dan Dokumentasi, 2011
bin Shalih al Utsaimin, Muhammad, Syaikh. Kutubu Wa Rasaa-ilu Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin. jil 4
Syalthut, Mahmud, Syaikh, Al Islam Aqidah Wa Syariah. cet ke-3. Kairo: Dar Al qalam, 1966
Ad-Dimasyqi, ibnu Katsir, Isma’il, Abil fida, I’maduddin Tafsir Al-Qur’anul Adzim. cet ke-1. Kairo: Maktabah Auladu syaikh Litturats, 2000
Al Qurthubi, Ahmad Al Anshari, bin Muhammad, Abu Abdillah  Al jami’ Li Ahkamil Qur’an. cet ke-3
Beirut: Dar kutub Al ‘ilmiyah, 2010 
Dr. Dwi Anton dan dr. Dyah Andari, memilih kontrasepsi alami dan halal. cet ke-1. Solo: Awam Medika, 2013M/1434H
 Ad-Dardir, Ahmad, Abi al-Barakat, hasyiyah ad dasuqi 'ala syarhul kabir. (ttp.)
Asy-Syubkah al Islamiyah, Lajnah al Fatwa, Fatawa asy Syubkah al Islamiyah.(ttp)  
Kasani, Al-, Imam, Badai’ ash-Shanai’ fi Tartib asy-Syarai’. cet.ke-2. Beirut: Darul Kutub Al-‘Arabi, 1974
Hartanto, Hanafi, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. cet.ke-3. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002
Buthi, al-, Sa'id Ramadhan, Muhammad, Mas'alati Tahdiidu an Nasl Wiqaayatan Wa'ilaajan.Damaskus: Maktabah aL Faroby, 1976
 Saifuddin, Prof.dr. Abdul Bari SpOG Dkk, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. cet.ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010
Manshur, Kholid, Muhammad, Ahkamu Ath-thibiyyah Al muta'alliqah binnisa'. cet.ke-1. Al Adran: Dar An-nafais, 1999
Riyadh Sa’ad, tanya jawab psikologi muslimah, cet.ke-1, (Solo: PT Aqwam Medika, 2009M/1430H)
Wiknjosastro, Prof. dr. Hanifa SpOG, Ilmu Kandungan (Ginekologi). cet.ke-4.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005
‘Utsaimin, al-, bin Shalih, Syaikh Muhammad, Syarh Manzhûmati Ushulil Fiqh wa Qawâ’idihi. Cet. Ke-1. Damam : Dar Ibni al-Jauzi. 1426
Mansjoer, Arif Mansjoer dkk,  Kapita Selekta Kedokteran. Cet.ke-5. Jakarta: Media Aesculaplus, Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran 2001
Thawari, At-, Dr. Thariq bin Muhammad, KB Cara Islam (trj), cet.ke-3.Solo: PT Aqwan Medika Profetika, 2007
Prawiroharjdo,  Prof. dr. Dokter Sarwono, DSOG. Ilmu Kebidanan. cet ke-6.Jakarta: Bina Pustaka sarwono Prawiroharjdo, 2002
Haq, Syamsul, Muhammad, Aunul Ma’bud Syarh sunan Abu Daud. Kairo: Darul Hadits, 1422/2001M
shan’ani, As-, al Kahlani, al Amiru, Muhammad bin Ismail. Subulus Salam. cet.ke-4, Halb: Maktabah Musthafa al Albani, 1960
Baz, Bin, Majmu’ Fatawa al-‘Allamah Abdul Aziz bin Baz, (Ttp: t.p., t.t.)
Maqsud, Abdul, bin, Asyraf, Abu Muhammad. Fatawa al Mar’ah al Muslimah. Cet.ke-1 Riyadh: maktabah Dar Thobaryyah, 1415/1995

                 



[1] Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), cet ke-14, hlm: 1361
[2] Ibid, bab حمل, hlm: 297
[3] W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), cet ke-5, hlm: 521
[4]  Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, (Jakarta: Direktorat Teknologi Informasi dan Dokumentasi, 2011), Bkkbn, hlm: 69
[5] Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Kutubu Wa Rasaa-ilu Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, jil 4, hlm: 15
[6] Syaikh Mahmud Syalthut, Al Islam Aqidah Wa Syariah, (Kairo: Dar Al qalam, 1966), cet ke-3,  hlm: 212

[7] I’maduddin Abil fida’ Isma’il ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’anul Adzim, (Kairo: Maktabah Auladu syaikh Litturats, 2000) jil 2, cet ke-1,  hlm: 373
[8] Ibid, hlm: 505
[9] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Anshari Al Qurthubi, Al jami’ Li Ahkamil Qur’an, (Beirut: Dar kutub Al ‘ilmiyah, 2010 ), cet ke-3,  jil 8, hlm: 128
[10] Bin Baz, Majmu’ Fatawa al-‘Allamah Abdul Aziz bin Baz, (Ttp: t.p., t.t.), jilid 21, hlm. 191.
[11]  Ibnul Qayyim al Jauziyyah, Aunul Ma’bud Syarh sunan Abu Daud, (Kairo: Darul Hadits, 1422/2001M), jil: 4, hal 154
[12] Muhammad bin Ismail al Amiru al Kahlani As shan’ani, Subulus Salam, (Halb: Maktabah Musthafa al Albani, 1960), cet.ke-4, jil.3, hlm: 111
[13]  Abu Muhammad Asyraf bin Abdul Maqsud, Fatawa al Mar’ah al Muslimah, (Riyadh: maktabah Dar Thobaryyah, 1415/1995), cet 1, jil 2, hal 977
[14] Sa’ad Riyadh, tanya jawab psikologi muslimah, (Solo: PT Aqwam Medika, 2009M/1430H), cet.ke-1hlm:194
[15]  Dr. Dwi Anton dan dr. Dyah Andari, memilih kontrasepsi alami dan halal, (Solo: Awam Medika, 2013M/1434H), cet ke-1, hlm: 127
[16]  Abi al-Barakat Ahmad al-Dardir, hasyiyah ad dasuqi 'ala syarhul kabir, (ttp.), jil 2, hlm 267
[17]  Lajnah al Fatwa Asy-Syubkah al Islamiyah, Fatawa asy Syubkah al Islamiyah,(ttp)  jil 6, hlm 3357
[18]  Ibid, hlm: 3357
[19] Imam Al-Kasani, Badai’ ash-Shanai’ fi Tartib asy-Syarai’, (Beirut: Darul Kutub Al-‘Arabi, 1974), cet.ke-2,  jilid 5, hlm. 124.
[20] Hanafi Hartanto, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), cet.ke-3, hlm: 42
     [21] Muhammad Sa'id Ramadhan al Buthi, Mas'alati Tahdiidu an Nasl Wiqaayatan Wa'ilaajan, (Damaskus: Maktabah aL Faroby, 1976) hlm 31
[22]  Prof.dr. Abdul Bari Saifuddin SpOG Dkk, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi (Bkkbn), (Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010), cet.ke-3, hlm: 11
[23] Dr. Dwi Anton dan dr. Dyah Andari, Memilih Kontrasepsi Alami dan Halal, (Solo: Aqwam Medika, 2013M/1434H), cet ke-1, hlm: 99

[24] Muhammad Kholid Manshur, Ahkamu Ath-thibiyyah Al muta'alliqah binnisa', (Al Adran: Dar An-nafais, 1999), cet.ke-1, hlm: 152
[25] Editor Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG, Ilmu Kandungan (Ginekologi), (Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005), cet.ke-4,  Hlm: 539-542
[26] Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Syarh Manzhûmati Ushulil Fiqh wa Qawâ’idihi   (Damam: Dar Ibni al-Jauzi. 1426), Cet. Ke-1, Hlm. 298.
[27]Arif Mansjoer dkk,  Kapita Selekta Kedokteran, (Jakarta: Media Aesculaplus, Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran 2001)cet 5, hlm:357
[28] Dr. Thariq bin Muhammad At-Thawari, KB Cara Islam (trj), (Solo: PT Aqwan Medika Profetika, 2007), cet.ke-3, hlm: 118
[29] Dr. Dwi Anton dan dr. Dyah Andari, Memilih Kontrasepsi Alami dan Halal, (Solo: Aqwam Medika, 2013M/1434H), cet ke-1, hlm: 128
[30] Prof.dr. Abdul Bari Saifuddin SpOG Dkk, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi (Bkkbn), (Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010), cet.ke-3, hlm: 31
[31] Dr. Thariq bin Muhammad At-Thawari, KB Cara Islam (trj), (Solo: PT Aqwan Medika Profetika, 2007), cet.ke-3, hlm: 103-104
[32]  Prof. dr. Dokter Sarwono Prawiroharjdo, DSOG. Ilmu Kebidanan, (Jakarta: Bina Pustaka sarwono Prawiroharjdo, 2002), cet ke-6, Hlm: 921
[33]  Prof.dr. Abdul Bari Saifuddin SpOG Dkk, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi (Bkkbn), (Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010), cet.ke-3, hlm: 55

[34] Dr. Dwi Anton dan dr. Dyah Andari, Memilih Kontrasepsi Alami dan Halal, (Solo: Aqwam Medika, 2013M/1434H), cet ke-1, hlm: 136
[35] Penyatuan dengan ovum
[36] Editor Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG, Ilmu Kandungan (Ginekologi), (Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005), cet.ke-4,  Hlm: 558

[37]  Prof.dr. Abdul Bari Saifuddin SpOG Dkk, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi (Bkkbn), (Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010), cet.ke-3, hlm: 77
[38] Muhammad Kholid Manshur, Ahkamu Ath-thibiyyah Al muta'alliqah binnisa', (Al Adran: Dar An-nafais, 1999), cet.ke-1, hlm:
[39] Hanafi Hartanto, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), cet.ke-3, hlm: 308
[40] ibid 243
[41] Muhammad Kholid Manshur, Ahkamu Ath-thibiyyah Al muta'alliqah binnisa', (Al Adran: Dar An-nafais, 1999), cet.ke-1, hlm: 120

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khitbah Melalui Media Komunikasi

HUKUM MENERIMA WAKAF DARI ORANG KAFIR

Cara Mengganti Email Blog di blogger